KATEDA
adalah aliran beladiri yang berasal dari Indonesia, di negara lain
berubah namanya menjadi Nearu, KIXA, SINDO, Kateda ryu dan masih banyak
lagi. Sedangkan di Indonesia sendiri telah berdiri berbagai perguruan
yang beraliran KATEDA, misalnya : Matahari, PSTD, FOKUS, SINDO, PTI dsb.
Induk bela diri ini membiarkan hal itu terjadi karena telah ditetapkan
bahwa jika sudah pada tingkatan tertentu diharuskan membuka tempat
latihan baru baik itu dengan memakai nama Kateda maupun membuat nama
baru, lagipula pada dasarnya KATEDA itu mengajarkan untuk pencapaian
kedamaian dalam diri orang yang mempelajarinya sehingga mereka tidak mau
ambil pusing apalagi ribut-ribut.
Sejarah ilmu tenaga murni KATEDA hingga saat ini belum begitu dikenal masyarakat umum, bermula ketika diketemukannya kembali pengajaran ini oleh seorang petapa dari Himalaya yang bernama Tagashi.
Pada tahun 1907 saat ia berumur 20 tahun, Tagashi berpetualang ke Tibet bagian utara. Disana ia menemukan sebuah kitab kulit kuno atau sebuah naskah yang tertulis dalam bentuk simbol-simbol. Selama 40 tahun ia mempelajari kitab kuno itu dan membuat penelitian dari buku yang asli kemudian dibandingkan dengan buku-buku kuno yang disimpn masyarakat Tibet, Nepal dan Himalaya. Sehingga ia sampai pada suatu kesimpulan dengan menamakan buku itu "Tujuh Rahasia" dan menterjemahkan simbol-simbol menjadi tujuh buah kata yang berbeda. Ia juga berkesimpulan bahwa buku tersebut bermakna suatu tingkatan ilmu manusia dan semua didasarkan pada pernafasan tenaga murni.
Pengetahuan itu digunakan untuk perlindungan terhadap lingkungan sekitar yang brutal untuk memelihara kedamaian dan keharmonisan. Dengan diciptakannya senjata-senjata peperangan, maka pengajaran dari kitab ini semakin sedikit dipraktekan, sampai akhirnya benar-benar dilupakan.
Pada tahun 1947 Tagashi memutuskan untuk mengikuti peta yang sedikit jelas terlukis pada halaman akhir dari kitab itu. Ia yakin perjalanan tersebut dibuat oleh seseorang yang terakhir menyimpan kitab itu untuk mencegah kehancurannya. Dia juga yakin bahwa "Tujuh Rahasia" harus disebarkan terhadap sesama dan setiap orang sepantasnya menjadikan pengajaran itu suatu ilmu pengetahuan.
Selama 16 tahun perjalanannya melalui Nepal, India, Thailand, Malaysia dan Indonesia ia telah mengajar sekitar 200 murid. Pengajarannya diberikan secara rahasia untuk mencegah mereka menyalahgunakan pengetahuan bela diri ini. Setiap murid-muridnya disumpah untuk merahasiakannya, terutama mereka yang telah berkemampuan sebagai master. Yang sudah mampunyai kemampuan memukul benda-benda keras tanpa terasa sakit atau cedera. Mereka juga harus mengembangkan rasa tanggung jawab berdasarkan pengajaran ini dengan mengajar orang lain dibawah pengawasan intensif dari Tagashi.
Pada tahun 1963 Tagashi dan 30 orang master tiba di gunung Bromo, Jawa Timur-Indonesia. Disana ia mengalami sebuah penglihatan visual yaitu melihat sesuatu timbul dari sisi kawah gunung Bromo itu sama dengan simbol yang digambarkan di kitab. Penglihatan itu membentuk dasar dari yang ia yakini bahwa "Tujuh Rahasia" dapat dicapai, dan ini lebih lagi dari kemempuan dan pengetahuan yang sudah dicapai melalui metode bela diri. Sejak saat itu Tagashi memutuskan untuk tinggal dan menetap di gunung Bromo untuk menemukan tingkat selanjutnya, atau metode yang dipisahkan dengan kemampuan yang sudah ia capai dari "Tujuh Rahasia".
Selama 6 tahun menetap disana (1963-1969) beberapa murid dari Indonesia bertemu Tagashi. Mereka tinggal bersama Tagashi dan seterusnya, dalam rencana kunci untuk membuka "Tujuh Rahasia" tersebut.
Pada tahun 1969 salah satu master dari Indonesia meminta izin untuk menterjemahkan "Tujuh Rahasia" kedalam bahasa sehari-hari, termasuk metode untuk membuka tabir "Tujuh Rahasia" yang pada akhirnya ditemukan oleh master ini. Master ini belum pernah melihat askah asli tersebut sampai Tagashi mengizinkannya untuk menterjemahkan naskah itu. Izin ini diberikan karena master ini pada saat di gunung Bromo mempunyai penglihatan yang sama dengan Tagashi. Metode yang digunakan untuk mencapai "Tujuh Rahasia" disebut metode "Deep Silence", yang memungkinkan seseorang untuk mengontrol pikiran, mengalahkan kelemahan-kelemahan diri sendiri sehingga kebebasan dari dalam kemurnian jiwa yang sebenarnya mampu merasakan, melihat dan mendengar.
Selama 3 tahun dari tahun 1969-1972 master ini menterjemahkan kitab "Tujuh Rahasia" dikesunyian alam di Tibet bagian utara dimana naskah asli ditemukan, dan kemudian di gunung Bromo dimana tanda-tanda pertama mencapai "Tujuh Rahasia" ditemukan.
Pada bulan Maret 1972 Tagashi menerima hasil terjemahan dari "Tujuh Rahasia". Dia juga setuju dengan meniadakan tradisi latihan secara rahasia dan tersembunyi dan menggantikanya dengan susunan pengajaran secara terorganisir dengan tata tertib dan pengaturannya. Terjemahan dari "Tujuh Rahasia" dinamakan "KATEDA".
Metode pernafasan, pengontrolan otot, gerakan tubuh, konsentrasi, komunikasi internal heat, inner voice adalah kata-kata yang digunakan sekarang, menggantikan simbol-simbol dari naskah asli. Huruf-huruf KATEDA diambil dari simbol yang tergambar dihalaman terakhir dari kitab "Tujuh Rahasia" yaitu simbol dari sebuah gunung dengan garis pemandu, dan pada bentuk simbol menuju pencapaian titik/ tingkatan tertinggi.
Pada tanggal 22 Januari 1976 Tagashi meninggal dunia pada usia 89 tahun. Jasadnya dikremasi dikawah gunung Bromo bersama naskah asli tadi. Hal itu sesuai dengan pesannya yang terakhir. Dia minta, siapapun yang menjadi maha guru yang baru harus mengutamakan perdamaian diatas semua pengetahuan yang sudah dicapai melalui metode pengajaran ilmu Tenaga Murni KATEDA.
Tahun 1984 perguruan Kateda mulai menyebar di Indonesia, kemudian mendaftar ke KONI pusat, peraturan KONI pada saat itu kalau mau membuka cabang bela diri maka minimal harus memiliki perwakilan cabang minimal di 21 propinsi di Indonesia. Kalau tidak maka harus bergabung ke cabang lain seperti karate, silat, kung fu dsb.
Pada mulanya warga kateda sepakat ingin masuk ke cabang karate dikarenakan jurus-jurus dan gerakanya agak mirip dengan jurus milik kateda sehingga pernah terpikir jika masuk karate maka singkatan KATEDA adalah Karate Tenaga Dasar.
Tetapi ternyata untuk masuk karate banyak sekali pantanganya seperti tidak boleh pukul besi, tidak boleh kunci TD, tidak boleh full body contact dsb. Akhirnya coba masuk IPSI ternyata IPSI sangat fleksibel, di IPSI bebas tidak mengatur keilmuan perguruan dibawah naunganya, keilmuan di serahkan kepada perguruanya masing-masing.
Sekarang ilmu Tenaga Murni KATEDA mengingat akan selalu mengajarkan pada manusia yang ditujukan untuk keselamatan, keselamatan dan perdamaian. Ilmu Tenaga Murni KATEDA pengjaran dari inner peace (perdamaian), yang dulu pernah terlupakan, sekarang bangkit kembali pada setiap orang yang menyayangi kesehatan dan kedamaian hidup dalam kehidupan manusia bukanya kehancuran atas peperangan.
Kateda merupakan aliran yang mengkombinasikan gerakan fisik/jurus dengan ilmu pernafasan tenaga murni dan senam kesehatan yang dikombinasikan dengan ilmu pernafasan sehingga bermanfaat untuk membela diri, kesehatan jasmani, rohani dan mental sekaligus mencari dan membiasakan diri dalam ketenangan dan kedamaian, melatih diri memiliki dan memanfaatkan tenaga murni (central power) untuk kepentingan kemanusiaan dan kesehatan, melatih diri yang serasi jujur dan mandiri penuh rasa tanggung jawab untuk kepentingan masyarakat.
Secara sederhananya adalah menggabungkan konsentrasi, pernafasan dan pengontrolan otot dengan gerakan sehingga menghasilkan energi/ tenaga dalam untuk melindungi diri dari serangan maupun benda-benda keras, juga untuk meningkatkan kesehatan, mental dan memperbaiki organ-organ tubuh.
Dalam organisasi KATEDA umumnya terdapat 2 macam kelas yaitu kelas beladiri ( untuk kesehatan, pertahanan diri/ bela diri) dan kelas klub kesehatan (senam pernafasan dan latihan pengobatan), dan kini telah berdiri kelas bela diri wanita (untuk wanita yang ingin kuat dan sehat tanpa menghilangkan/ meninggalkan sifat kewanitaanya).
Untuk tingkatan dalam perguruan KATEDA yaitu:
Sejarah ilmu tenaga murni KATEDA hingga saat ini belum begitu dikenal masyarakat umum, bermula ketika diketemukannya kembali pengajaran ini oleh seorang petapa dari Himalaya yang bernama Tagashi.
Pada tahun 1907 saat ia berumur 20 tahun, Tagashi berpetualang ke Tibet bagian utara. Disana ia menemukan sebuah kitab kulit kuno atau sebuah naskah yang tertulis dalam bentuk simbol-simbol. Selama 40 tahun ia mempelajari kitab kuno itu dan membuat penelitian dari buku yang asli kemudian dibandingkan dengan buku-buku kuno yang disimpn masyarakat Tibet, Nepal dan Himalaya. Sehingga ia sampai pada suatu kesimpulan dengan menamakan buku itu "Tujuh Rahasia" dan menterjemahkan simbol-simbol menjadi tujuh buah kata yang berbeda. Ia juga berkesimpulan bahwa buku tersebut bermakna suatu tingkatan ilmu manusia dan semua didasarkan pada pernafasan tenaga murni.
Pengetahuan itu digunakan untuk perlindungan terhadap lingkungan sekitar yang brutal untuk memelihara kedamaian dan keharmonisan. Dengan diciptakannya senjata-senjata peperangan, maka pengajaran dari kitab ini semakin sedikit dipraktekan, sampai akhirnya benar-benar dilupakan.
Pada tahun 1947 Tagashi memutuskan untuk mengikuti peta yang sedikit jelas terlukis pada halaman akhir dari kitab itu. Ia yakin perjalanan tersebut dibuat oleh seseorang yang terakhir menyimpan kitab itu untuk mencegah kehancurannya. Dia juga yakin bahwa "Tujuh Rahasia" harus disebarkan terhadap sesama dan setiap orang sepantasnya menjadikan pengajaran itu suatu ilmu pengetahuan.
Selama 16 tahun perjalanannya melalui Nepal, India, Thailand, Malaysia dan Indonesia ia telah mengajar sekitar 200 murid. Pengajarannya diberikan secara rahasia untuk mencegah mereka menyalahgunakan pengetahuan bela diri ini. Setiap murid-muridnya disumpah untuk merahasiakannya, terutama mereka yang telah berkemampuan sebagai master. Yang sudah mampunyai kemampuan memukul benda-benda keras tanpa terasa sakit atau cedera. Mereka juga harus mengembangkan rasa tanggung jawab berdasarkan pengajaran ini dengan mengajar orang lain dibawah pengawasan intensif dari Tagashi.
Pada tahun 1963 Tagashi dan 30 orang master tiba di gunung Bromo, Jawa Timur-Indonesia. Disana ia mengalami sebuah penglihatan visual yaitu melihat sesuatu timbul dari sisi kawah gunung Bromo itu sama dengan simbol yang digambarkan di kitab. Penglihatan itu membentuk dasar dari yang ia yakini bahwa "Tujuh Rahasia" dapat dicapai, dan ini lebih lagi dari kemempuan dan pengetahuan yang sudah dicapai melalui metode bela diri. Sejak saat itu Tagashi memutuskan untuk tinggal dan menetap di gunung Bromo untuk menemukan tingkat selanjutnya, atau metode yang dipisahkan dengan kemampuan yang sudah ia capai dari "Tujuh Rahasia".
Selama 6 tahun menetap disana (1963-1969) beberapa murid dari Indonesia bertemu Tagashi. Mereka tinggal bersama Tagashi dan seterusnya, dalam rencana kunci untuk membuka "Tujuh Rahasia" tersebut.
Pada tahun 1969 salah satu master dari Indonesia meminta izin untuk menterjemahkan "Tujuh Rahasia" kedalam bahasa sehari-hari, termasuk metode untuk membuka tabir "Tujuh Rahasia" yang pada akhirnya ditemukan oleh master ini. Master ini belum pernah melihat askah asli tersebut sampai Tagashi mengizinkannya untuk menterjemahkan naskah itu. Izin ini diberikan karena master ini pada saat di gunung Bromo mempunyai penglihatan yang sama dengan Tagashi. Metode yang digunakan untuk mencapai "Tujuh Rahasia" disebut metode "Deep Silence", yang memungkinkan seseorang untuk mengontrol pikiran, mengalahkan kelemahan-kelemahan diri sendiri sehingga kebebasan dari dalam kemurnian jiwa yang sebenarnya mampu merasakan, melihat dan mendengar.
Selama 3 tahun dari tahun 1969-1972 master ini menterjemahkan kitab "Tujuh Rahasia" dikesunyian alam di Tibet bagian utara dimana naskah asli ditemukan, dan kemudian di gunung Bromo dimana tanda-tanda pertama mencapai "Tujuh Rahasia" ditemukan.
Pada bulan Maret 1972 Tagashi menerima hasil terjemahan dari "Tujuh Rahasia". Dia juga setuju dengan meniadakan tradisi latihan secara rahasia dan tersembunyi dan menggantikanya dengan susunan pengajaran secara terorganisir dengan tata tertib dan pengaturannya. Terjemahan dari "Tujuh Rahasia" dinamakan "KATEDA".
Metode pernafasan, pengontrolan otot, gerakan tubuh, konsentrasi, komunikasi internal heat, inner voice adalah kata-kata yang digunakan sekarang, menggantikan simbol-simbol dari naskah asli. Huruf-huruf KATEDA diambil dari simbol yang tergambar dihalaman terakhir dari kitab "Tujuh Rahasia" yaitu simbol dari sebuah gunung dengan garis pemandu, dan pada bentuk simbol menuju pencapaian titik/ tingkatan tertinggi.
Pada tanggal 22 Januari 1976 Tagashi meninggal dunia pada usia 89 tahun. Jasadnya dikremasi dikawah gunung Bromo bersama naskah asli tadi. Hal itu sesuai dengan pesannya yang terakhir. Dia minta, siapapun yang menjadi maha guru yang baru harus mengutamakan perdamaian diatas semua pengetahuan yang sudah dicapai melalui metode pengajaran ilmu Tenaga Murni KATEDA.
Tahun 1984 perguruan Kateda mulai menyebar di Indonesia, kemudian mendaftar ke KONI pusat, peraturan KONI pada saat itu kalau mau membuka cabang bela diri maka minimal harus memiliki perwakilan cabang minimal di 21 propinsi di Indonesia. Kalau tidak maka harus bergabung ke cabang lain seperti karate, silat, kung fu dsb.
Pada mulanya warga kateda sepakat ingin masuk ke cabang karate dikarenakan jurus-jurus dan gerakanya agak mirip dengan jurus milik kateda sehingga pernah terpikir jika masuk karate maka singkatan KATEDA adalah Karate Tenaga Dasar.
Tetapi ternyata untuk masuk karate banyak sekali pantanganya seperti tidak boleh pukul besi, tidak boleh kunci TD, tidak boleh full body contact dsb. Akhirnya coba masuk IPSI ternyata IPSI sangat fleksibel, di IPSI bebas tidak mengatur keilmuan perguruan dibawah naunganya, keilmuan di serahkan kepada perguruanya masing-masing.
Sekarang ilmu Tenaga Murni KATEDA mengingat akan selalu mengajarkan pada manusia yang ditujukan untuk keselamatan, keselamatan dan perdamaian. Ilmu Tenaga Murni KATEDA pengjaran dari inner peace (perdamaian), yang dulu pernah terlupakan, sekarang bangkit kembali pada setiap orang yang menyayangi kesehatan dan kedamaian hidup dalam kehidupan manusia bukanya kehancuran atas peperangan.
Kateda merupakan aliran yang mengkombinasikan gerakan fisik/jurus dengan ilmu pernafasan tenaga murni dan senam kesehatan yang dikombinasikan dengan ilmu pernafasan sehingga bermanfaat untuk membela diri, kesehatan jasmani, rohani dan mental sekaligus mencari dan membiasakan diri dalam ketenangan dan kedamaian, melatih diri memiliki dan memanfaatkan tenaga murni (central power) untuk kepentingan kemanusiaan dan kesehatan, melatih diri yang serasi jujur dan mandiri penuh rasa tanggung jawab untuk kepentingan masyarakat.
Secara sederhananya adalah menggabungkan konsentrasi, pernafasan dan pengontrolan otot dengan gerakan sehingga menghasilkan energi/ tenaga dalam untuk melindungi diri dari serangan maupun benda-benda keras, juga untuk meningkatkan kesehatan, mental dan memperbaiki organ-organ tubuh.
Dalam organisasi KATEDA umumnya terdapat 2 macam kelas yaitu kelas beladiri ( untuk kesehatan, pertahanan diri/ bela diri) dan kelas klub kesehatan (senam pernafasan dan latihan pengobatan), dan kini telah berdiri kelas bela diri wanita (untuk wanita yang ingin kuat dan sehat tanpa menghilangkan/ meninggalkan sifat kewanitaanya).
Untuk tingkatan dalam perguruan KATEDA yaitu:
- Kelas bela diri (sabuk putih, sabuk kuning, sabuk hijau, sabuk biru, sabuk cokelat, sabuk hitam, Dan I, Dan II, Dan III, Master IV, Master V, Master VI/ wakil guru besar, Principal Master VII/ guru besar tingkat VII, Vice Grand Master/ wakil maha guru, Grand Master of KATEDA/ maha guru KATEDA).
- Sedangkan untuk kelas kesehatan tidak ada tingkatan sabuk.